Kisah ini dimulai ketika ada seekor ular yang membuat lubang untuk
tempat tinggalnya di dekat teras rumah salah satu penduduk setempat,
yang kemudian menggigit anak bayi pemilik rumah dan mengakibatkan luka
sangat fatal yang berujung kematian. Si pria yang tengah berduka atas
kehilangannya ini, memutuskan untuk membunuh ular itu.
Keesokan harinya pria ini menunggu di dekat lubang, hingga ketika ular
tersebut keluar untuk mencari makanan, dia segera mengayunkan kapak mencoba memotong tubuh ular. Namun karena terlalu tergesa-gesa dia pun meleset, dia hanya memotong ujung ekornya dan bukan kepalanya.
tersebut keluar untuk mencari makanan, dia segera mengayunkan kapak mencoba memotong tubuh ular. Namun karena terlalu tergesa-gesa dia pun meleset, dia hanya memotong ujung ekornya dan bukan kepalanya.
Setelah beberapa saat berlalu, pria ini mulai khawatir, dia takut
apabila ular ini akan balik menggigitnya pula, dan demi berusaha untuk
mendamaikan keadaan dia pun meletakkan roti dan garam di lubang ular
itu.
Melihat hal ini, ular tersebut berkata: "Mulai sekarang takkan bisa ada
perdamaian antara kita; karena disaat aku melihatmu, aku akan teringat
tentang ekorku yang putus, dan sementara saat engkau melihatku, kamu
akan berpikir tentang kematian anakmu."
***
Dari dongeng di atas menyiratkan bagaimana ketika kita dilukai oleh
seseorang, kita takkan pernah bisa benar-benar melupakan luka itu ketika
berhadapan lagi dengannya. Apakah hal ini benar? Bisa yah... Bisa
tidak... Semuanya balik lagi ke pribadi masing-masing, apakah kita
seseorang yang berhati besar atau justru seorang pendendam. Dan dalam
beberapa kasus, mudah atau tidaknya ini tergantung pula seberapa besar
orang itu telah menyakiti kita. Namun terlepas dari hal itu, saya akan
mencoba untuk memberikan beberapa tips bagaimana caranya untuk memaafkan
orang lain. Karena asal anda tahu saja, memaafkan orang lain itu besar
juga pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa kita.
Forgive the act... Forgive the person...
Untuk memaafkan seseorang itu berarti kita harus benar-benar melepaskan
setiap rasa kebencian kita terhadapnya. Ingat, memaafkan perbuatan
seseorang terhadap kita dan memaafkan si pelaku perbuatan itu adalah dua
hal yang berbeda. Walau tak pernah kita sadari seringkali kita
memaafkan perbuatan dia, namun disudut hati terkecil, kita justru belum
memaafkan orang yang berbuat salah ini, atau justru sebaliknya.
Disinilah masalah awal yang harus kita tuntaskan.
Jika satu saat orang ini datang untuk meminta maaf, janganlah
terburu-buru mengambil keputusan. Katakan padanya bahwa anda membutuhkan
waktu untuk berpikir. Memikirkan tentang seberapa besar anda telah
terluka akibat perbuatannya. Tahu tidak, terkadang ada beberapa dari
kita yang bersikap munafik pada diri sendiri, mencoba membohongi diri
bahwa kita baik-baik saja, kita tidak terluka, everything is fine.
Jangan lakukan itu! Cobalah jujur pada diri sendiri. Terimalah bahwa
anda telah dilukai. Oleh siapa, seberapa besar dan bagaimana dia telah
menyakiti anda, renungkanlah semua.
Dan setelahnya anda bisa mengambil langkah selanjutnya, yaitu mencoba
memahami dia yang telah menyakiti anda. Semua manusia saat baru pertama
kali terlahir di dunia ini, tak ada satupun yang memiliki keinginan
untuk menyakiti orang lain, baik itu secara fisik maupun batin. Jadi apa
yang terjadi bertahun-tahun kemudian ketika dia mulai menyakiti orang
lain? Mungkin itu akibat luka yang juga pernah dialaminya. Yang kemudian
melampiaskan rasa sakitnya dengan menyakiti orang lain lagi, dan itu
adalah merupakan pilihan yang salah. Jadi apakah anda akan membiarkan
diri anda menyimpan dendam seperti itu dan mengambil tindakan yang sama?
Sedikit berbagi pengalaman, dalam hidup saya juga menemui banyak orang
dan hal-hal yang membuat saya merasa sedih. Tak dipelak, saya terkadang
melampiaskannya dengan menangis. Namun dalam tangis itu saya sering
diam-diam berdoa sama Tuhan, agar dia dibukakan matanya atas perbuatan
yang sudah dia lakukan. Saya berdoa begini sebenarnya bukan cuman untuk
dia saja, tapi juga terlebih untuk menenangkan diri serta memberikan
saya kekuatan, dan tak jarang dalam doa itu saya justru diingatkan bahwa
ada satu saat dimana saya pun telah berbuat salah dan menyakiti orang
lain. Dalam pikirku, setiap manusia tidak ada yang sempurna, tidak ada
orang yang tidak pernah berbuat salah.
Oleh karena itu saya memilih untuk memaafkan, kenapa? Karena bila kita
tidak memaafkan, kita justru hanya berpaling dari suatu masalah. Dan
seumur hidup kita tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari masalah
itu. Namun saat kita benar-benar memaafkan, kita akan kembali melangkah
maju.
Face to face...
Pada akhirnya setelah anda merasa cukup siap untuk berhadapan dengannya.
Maka ajaklah dia untuk bertemu, ajaklah dia untuk membahas apa yang
telah terjadi. Oh iya, tidak selamanya pihak yang bersalah yang harus
membuka jalan . Kita sebagai korban jika memiliki hati yang besar, tak
ada salahnya memulai percakapan. Jangan menunggu seseorang meminta maaf
terlebih dahulu baru anda mengambil aksi, karena tidak selamanya orang
yang bersalah itu akan mengucapkan kata maaf, mungkin karena dia memang
tidak menyadari kesalahannya atau bisa juga karena dia merasa segan
untuk bertemu dengan anda setelah apa yang dia perbuat terhadap anda.
Disinilah kita harus berperan lebih jauh. Jadi jika anda memang telah
merasa siap, hubungilah dia.
Take things slowly...
Persoalan memaafkan, bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan dalam satu
waktu saja. Ibaratnya seperti lapisan pada bawang, tiap kali kita
mengupasnya, akan memberikan kita rasa pedih, marah, namun kita terus
saja mengupasnya. Sama halnya dengan memberi maaf ini yang harus terus
kita dengungkan dalam hati dan pikiran kita berulang-ulang untuk
mengikis rasa benci dan amarah, meskipun pedih, meskipun pahit. Namun
perlahan-lahan saat lapisan-lapisan itu mulai menipis, proses ini akan
menjadi lebih mudah.
No comments:
Post a Comment